Jumat, 04 Juli 2008

demokratis bermasyarakat

Demokrasi pada prinsipnya merupakan suatu kategori dinamis, bukan statis. Demokrasi tampak sebagai konsep yang universal. Anders Uhlin (1997: 10) menyatakan bahwa implementasi demokrasi di suatu negara dapat berbeda dengan negara lain, karena karakteristik sosial masyarakat dapat mempengaruhi penerapan nilai-nilai demokrasi yang universal tersebut. Demokrasi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa belum tentu dengan pola yang sama dapat diimplementasikan di negara Asia dan Afrika. Bahkan, pemilu yang dilaksanakan di Jerman memiliki perbedaan dengan pola yang diterapkan di Inggeris. Oleh karena itu, demokrasi pada dasarnya culturally bounded ketika diterapkan dalam suatu masyarakat.

Gagasan seputar demokrasi selalu ada perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, suatu negara dapat disebut demokratis, jika dalam negara tersebut sudah berkembang proses-proses menuju kondisi yang lebih baik dalam pelaksanaan supremasi hukum, penegakkan HAM dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan prinsip kesadaran dalam konteks pluralisme.

Bung Hatta (1902-1980), salah seorang The Founding Fathers of the Republic menyatakan bahwa negara ini hanyalah negara Indonesia apabila dalam kenyataannya merupakan milik rakyat. Implementasi nilai-nilai kerakyatan mesti mengejawantah melalui suatu sistem institusional kekuasaan politik yang dikenal dengan demokrasi. Hatta menegaskan bahwa perjuangan kemerdekaan kita pada saat yang sama merupakan perjuangan bagi demokrasi dan bagi kemanusiaan. Penegakkan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, versi Hatta, merupakan tujuan yang signifikan dalam pergerakan dan perjuangan bagi perwujudan Indonesia adil dan makmur.

Inilah corak manusia Indonesia, yang dengan semangat kebangsaan yang tinggi, waktu menciptakan suatu sistem demokrasi yang tepat bagi Indonesia merdeka di masa datang. Betapapun juga, cita-cita demokrasi yang banyak sedikitnya bersendi kepada organisasi sosial di dalam masyarakat asli sendiri. Dalam segi politik dilaksanakan sistem perwakilan rakyat dengan musyawarah, berdasarkan kepentingan umum. Dalam segi ekonomi dilaksanakan koperasi sebagai dasar perekonomian rakyat, ditambah dengan kewajiban pemerintah untuk menguasai atau mengawasi cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam segi sosial adanya jaminan untuk perkembangan kepribadian manusia Indonesia yang bahagia, sejahtera, dan susila menjadi tujuan negara. Cita-cita luhur ini, menurut Hatta, tumbuh dengan semangat kebangsaan yang tinggi meretas perjuangan kemerdekaan dan menjadi dasar bagi pembentukan negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Dengan semangat kebangsaan seperti itu, pemerintahan rakyat dijalankan menurut peraturan yang telah dimufakati dengan bermusyawarah. Keputusan dicapai secara mufakat, bulat dan tidak lonjong. Hatta menyatakan, “Sebagai tanda Republik Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan kedaulatan rakyat, segala beban yang ditimpakan kepada rakyat, maupun beban harta dan keuangan atau beban darah, harus berdasarkan undang-undang, persetujuan Presiden dan DPR” (Mohammad Hatta, Menuju Negara Hukum, h. 12).
Mengacu kepada pemikiran tentang karakteristik dan parameter demokrasi dalam kajian ini, Robert A. Dahl dalam karyanya Dilemma of Pluralist Democracy mengemukakan beberapa kriteria yang mesti terwujud dalam suatu sistem demokratis. Pertama, pengontrolan terhadap keputusan pemerintah mengenai kebijakan secara konstitusional diberikan kepada para pejabat yang terpilih. Kedua, melalui pemilihan yang teliti dan jujur para pejabat dipilih tanpa paksaan. Ketiga, semua orang dewasa secara praktis mempunyai hak untuk memilih dalam pemilihan pejabat pemerintahan. Keempat, semua orang dewasa secara praktis juga mempunyai hak untuk mencalonkan diri pada jabatan-jabatan dalam pemerintahan, meskipun pembatasan usia untuk menduduki suatu jabatan politik mungkin lebih ketat ketimbang hak pilihnya. Kelima, rakyat mempunyai hak untuk menyuarakan pendapat tanpa ancaman hukum yang berat mengenai berbagai persoalan politik pada tataran yang lebih luas, termasuk mengkritisi para pejabat, sistem pemerintahan, ideologi yang berlaku dan tatanan sosio-ekonomi. Keenam, rakyat mempunyai hak untuk mendapatkan sumber-sumber informasi alternatif yang ada dan dilindungi oleh hukum. Ketujuh, dalam meningkatkan hak-hak rakyat, warga negara mempunyai hak dan kebebasan untuk membentuk suatu lembaga atau organisasi-organisasi yang relatif independen, termasuk membentuk berbagai partai politik dan perkumpulan yang independen. Pemikiran Robert A. Dahl ini menunjukkan tentang indikator sebuah democratic political order sebagai kerangka acuan ada tidaknya perwujudan demokrasi dalam suatu pemerintahan negara.

Selaras dengan wacana di atas, ada juga beberapa hal yang dapat menjadi tolok ukur bagi perkembangan demokrasi dalam suatu negara, meskipun implementasi demokrasi tersebut sangat dinamis dan berlaku universal. Pertama, adanya prinsip musyawarah dalam proses kehidupan politik. Prinsip ini menerima kebebasan berekspresi dan kemungkinan adanya perbedaan pendapat. Dalam musyawarah, tegas Hatta, ada ketulusan dalam sikap kompromistik untuk mencari opini terbaik. Semangat untuk berkompromi dan adanya rekonsiliasi (ishlah) dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat yang sedang berproses menuju demokrasi.

Kedua, prinsip kesadaran terhadap adanya pluralisme dalam masyarakat. Dewasa ini masyarakat tengah mengalami perubahan sosial yang sangat cepat, masyarakat yang dinamis, tentu masyarakat berkembang sangat majemuk dan heterogen. Dalam masyarakat yang demokratis, pluralisme selalu dipelihara dan ditumbuhkembangkan, karena merupakan bagian dari khazanah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam semangat kebersamaan dan solidaritas yang tinggi. Prinsip ini sangat urgen untuk mengayomi kepentingan bersama dalam semangat kemajemukan untuk merealisasikan pencapaian tujuan dan cita-cita bersama (Nurcholish Madjid, 1999).

Ketiga, prinsip adanya kebebasan menyatakan pendapat dan penegakan HAM. Prinsip ini adalah prinsip dasar dalam kehidupan politik bagi penerapan nilai-nilai demokrasi. Ada aspek egalitarianisme dan i’tikad baik dari setiap orang dan kelompok dalam sikap saling menghargai dan menghormati. Sikap dari prinsip ini menunjang penerapan efisiensi demokratis, karena akan mendorong lahirnya kerjasama yang erat antar warga masyarakat dan mempunyai i’tikad baik secara fungsional dan profesional. Adanya perlindungan terhadap HAM dengan supremasi hukum yang direalisasikan dalam kehidupan politik. Dalam negara Republik Indonesia, tegas Hatta, hak-hak warga negara telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Keempat, prinsip kesesuaian antara cara dengan pencapaian tujuan. Dalam prinsip ini, tujuan yang baik tentu ditempuh dengan cara-cara yang baik dan rasional. Implementasi prinsip ini memang dibarengi oleh suatu standar moral politik yang tinggi, karena dalam demokratisasi politik, dibutuhkan suatu tingkat kepercayaan yang tinggi dari rakyat.

Kelima, prinsip pemufakatan yang jujur dan transparan. Refleksi dari prinsip ini menghasilkan penerapan sistem yang jujur, terbuka, dan transparan. Prinsip ini menolak cara-cara pemufakatan yang ditempuh dengan cara merekayasa, manipulasi, atau teknik-teknik yang curang serta memasung nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam prinsip ini kepentingan bersama mengatasi kepentingan individu dan golongan.

Keenam, prinsip pemenuhan kebutuhan ekonomi dan perencanaan sosial-budaya. Dalam implementasi demokrasi dalam suatu negara, bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu warga negara. Prinsip ini sangat menentukan bagi penerapan kehidupan demokrasi, karena pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat dan pengembangan sosial budaya adalah nilai-nilai asasi dalam demokratisasi politik. Demokrasi ekonomi berimplikasi terhadap perwujudan keadilan sosial, keadilan sosial menuntut kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat, yang menghendaki perwujudan cita-citanya, freedom from want, yakni bebas dari kesengsaraan hidup.

Ketujuh, prinsip penerapan keadilan dalam dinamika kehidupan politik. Keadilan merupakan nilai-nilai substansial dalam nyali kehidupan politik, sedangkan demokrasi merupakan suatu sistem yang representatif untuk merealisasikan keadilan itu. Kesempatan yang sama diberikan kepada setiap warga negara dalam berbagai bidang tanpa diskriminasi apa pun. Partisipasi rakyat sangat luas dalam sistem ini dan kontrol rakyat akan melahirkan pemerintahan dengan akuntabilitas politik yang tinggi.

Karakteristik suatu negara disebut demokratis, selain mengacu kepada prinsip-prinsip di atas, dapat diformulasikan berikut ini.

Pertama, adanya rotasi kekuasaan yang teratur dan damai. Pergantian pemerintahan berlangsung sesuai dengan sistem dan mekanisme yang terbuka dan transparan, teratur dan damai, (Charles Kurzman (ed.), 2003: 127).

Kedua, terlaksananya pemilihan umum berkala yang jujur, adil, terbuka, dan bebas (free and fair elections). Pemilu dilaksanakan secara periodik. Setiap warga negara mempunyai hak dan kebebasan memilih dan dipilih, tanpa ada paksaan, teror dan intimidasi.

Ketiga, adanya kebebasan berbicara (freedom of speech) dan jaminan terhadap hak-hak dasar sebagai warga negara dan penegakan supremasi hukum. Di Indonesia kebebasan dan hak-hak warga negara secara konstitusional, antara lain tertera dalam Pasal 26, 27, 28, 33, 34 Undang-Undang Dasar 1945, yang secara serius diperjuangkan Hatta. Adanya kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat, serta kebebasan politik dalam day to day politics (kehidupan politik sehari-hari). Hak-hak ini sangat urgen dalam menyatakan preferensi politik dalam kehidupan bernegara serta sangat signifikan dalam mengontrol perilaku para pemegang jabatan publik agar sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Keempat, rekrutmen politik berlangsung secara terbuka. Adanya rotasi kekuasaan politik berkaitan erat dengan suatu sistem rekrutmen yang terbuka. Kesempatan dan peluang untuk menduduki suatu jabatan bagi setiap warga negara berlaku sama tergantung pada kapasitas dan kapabilitas yang bersangkutan dalam jabatan publik. Pengisian jabatan berlangsung terbuka dan transparan serta tidak tertutup atau ditentukan oleh sekelompok elite saja.

Kelima, adanya akuntabilitas politik. Setiap pemegang jabatan dalam sistem demokrasi, dipilih oleh rakyat dan mesti mempertanggungjawabkannya sesuai dengan kepentingan rakyat yang memilihnya. Hatta menyatakan bahwa pemerintahan tersebut didasarkan pada pertanggungjawaban yang signifikan dan luas kepada rakyat.

Dengan demikian, sistem politik yang demokratis, secara substansial dapat ditegakkan di dalam masyarakat yang memiliki norma-norma politik yang demokratis pula. Oleh karena itu, menuju sistem demokratis tersebut, transisi dan perubahan ke arah itu amat diperlukan dalam suatu masyarakat. Ada beberapa aspek yang sangat mendasar dalam proses demokratisasi politik sebagai standar bagi adanya “a workable democracy” (demokrasi yang dapat berfungsi), yakni adanya kepatuhan kepada formalisme aturan, prosedur dan mekanisme politik; konflik dipahami sebagai sesuatu yang wajar saja dan diselesaikan secara kelembagaan dan damai; serta adanya impersonalisasi kekuasaan. Atas dasar ini, informalisme prosedur politik, sakralisasi kekuasaan dan otoriterisme, serta nilai-nilai feodalistik berimplikasi besar bagi penghambatan penciptaan sistem politik yang demokratis.

Tidak ada komentar: